Gerbang 13 [ ger13ang] Film Action Bergenre Brutal Pop Indonesia
Film Baru
Gerbang 13 Diputar 13 Mei 2005
Jakarta, 11 Mei 2005 11:34
Sutradara muda Nanda Jumbara menggarap film terbaru, Gerbang 13. Film bertema laga (action) produksi bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) itu diluncurkan Selasa (10/5) di Jakarta. Rencananya tayang di bioskop mulai 13 Mei 2005.
Film yang dibintangi Donna Agnesia, Andi dan Jikun (keduanya dari kelompok musik /rif), Erwin Moron, serta Lia Candra itu mengisahkan tentang seorang pecandu narkoba, peredaran narkoba, serta pemberantasan peredaran obat-obat terlarang.
Aktris Henidar Amroe semula dipercaya memerankan seorang polisi berpangkat Ajun Komisaris yang menangani kasus perdagangan narkoba. Namun karena sakit, perannya digantikan Lia Candra, yang sebelumnya membintangi film horor Bangsal 13.
Menurut Nanda, awal ide dari pembuatan film ini dimulai saat ia bertemu dengan Kadispen Polri Brigjen Pol Saleh Saaf di Yogyakarta, tahun 2000, yang memintanya untuk membuat sebuah film laga yang mengisahkan masalah narkoba.
"Film ini bertujuan, bagaimana caranya agar bisa sampai ke masyarakat sebagai sebuah penyuluhan yang positif," ujar Nanda kepada para wartawan, termasuk Gatra.com, Selasa di Jakarta.
Menurut Nanda, syuting film ini dilakukan selama 39 hari, dan segera tayang di bioskop-bioskop mulai 13 Mei mendatang.
Nandan mengaku optimistis kalau film ini akan mendapat apresiasi masyarakat, khususnya kaum remaja dan pemuda, sehingga nanti pihaknya bisa membuat film-film sejenis.
Menurut kantor berita Antara, di Indonesia pengguna narkoba terus meningkat setiap tahun. Saat ini mencapai empat juta orang lebih, hampir separuhnya berada di Jakarta. [EL]
URL: http://www.gatra.com/2005-05-11/versi_cetak.php?id=84290
_____________________________________________________________________________________________________________________
Ger13ang: Film Bergenre Brutal Pop
Kompas.com
Mengikuti jejak sang ayah, Danu Umbara--sutradara film Lima Cewek Jagoan, Nanda J. Umbara, meluncurkan sebuah film aksi. Ia menyebut filmnya yang diberi judul Ger13ang (dibaca: Gerbang 13) itu, dengan sebutan film bergenre Brutal Pop. Yap, sebuah suguhan yang berdarah-darah, penuh umpatan di awal hingga akhir cerita. Afman (Erwin Moron, mantan vokalis Dr. PM), yang selalu tampil dengan setelan jasnya yang necis, bergaya bak koboi. Sedikit bicara, tapi garang dalam bekerja. Tak ada kompromi apalagi basa-basi. Senjata diacungkan dan dor...dor...dor. Sekelompok penjaga klub malam ditumpasnya hanya dalam hitungan detik. Tak hanya berhenti di situ. Bersama beberapa rekannya ia merangsek masuk sebuah ruangan istimewa. Di dalam sana, sebuah transaksi tengah digelar. Kali ini, aksi Afman tak berjalan mulus. Ia mendapat perlawanan, meski berhasil dikuasai. Afman kian berang, apalagi ketika pesaingnya enggan menujukkan barang yang diincarnya. Pria botak bandar narkoba kelas kakap itu, tetap bergeming, meski di bawah todongan senjata. Afman kian tak terkendali. Direnggutnya pacar pria itu, sembari menempelkan sebilah pisau di lehernya. Ia buka mulut. Sial, Afman justru menggoroknya. Darah muncrat dari leher si korban. Adegan itulah yang menjadi pembuka film dengan menghadirkan wajah-wajah baru seperti Andi dan Jikun, keduanya personil kelompok rock /rif, Dona Agnesia, dan Lia Candra. Atau bahkan Togar Sianipar, pensiunan jenderal polisi berbintang tiga yang pernah menjabat kepala BNN (Badan Narkotika Nasional), yang tampil hanya sekelebat saja. Apa yang disuguhkan Nanda lewat karyanya itu, bolehlah mendapat apresiasi. Seperti katanya, keinginannya menghasilkan film dengan langgam action, lebih kerena kebosanannya terhadap para sineas-sineas yang cenderung latah dengan menyajikan cerita-cerita yang seragam. Pemberontakan itulah yang kemudian ia lakukan dengan menghasilkan karya semacam Ger13ang. Hanya saja, penggarapan yang dilakukan Nanda terkesan kurang mendapat polesan maksimal. Cerita yang disodorkan terasa kurang greget. Pencapaian pesan yang diharapkan terserap oleh penontonnya--terlebih dari kelangan generasi muda--agar menghindari penyalahgunaan narkoba nyaris tak mendapat ruang. Nanda justru terlalu keasyikan dengan mengumbar aksi berdarah-darah dan ucapan-ucapan penuh umpatan tak jelas. Aroma Hollywood begitu kental mempengaruhi film ini. Jika Anda pernah menonton film Snatch arahan Guy Ritchie, ya seperti itulah gaya yang disuguhkan Nanda, dalam filmnya, yang lebih senang ia sebut sebagai film independen itu. Dialog-dialog yang disodorkan pun seringkali hanya ditaburi umpatan-umpatan ala Hollywood yang tak karuan dan kurang pas. Maksud hati cas-cis-cus ala bule, apa daya logat lokal begitu kental terasa. Hasilnya? Ya, apalagi kalau bukan terdengar konyol. Belum lagi, karakter-karakter yang terasa kurang pas. Tokoh sentral semacam AKP Bunga, yang dimainkan bintang sinetron Lia Candra, terkesan dipaksakan. Gaya bahasanya yang kemayu dan datar, justru tak memberikan sosok seorang perwira yang tegas dan berwibawa. Jika saja peran itu diberikan kepada Karina Suwandi, tentu akan lebih cocok. Ger13ang, seperti kata Nanda, awalnya memang dibuat sebagai sebuah sinetron. Peran AKP Bunga, sempat diberikan kepada model jangkung Karina Suwandi. Saat itu, ia tampil bersama Bucek. Sayang, sinetron tersebut gagal ditayangkan, lantaran tak bisa tembus setelah berkali-kali ditawarkan ke sejumlah stasiun televisi. Sayang, Karina tak bisa lagi tampil karena kesibukannya. Kemudian, tawaran pun diberikan kepada model Hanidar Amroe. Karena sesuatu hal, peran itupun akhirnya diberikan kepada Lia Candra, yang berperan sebagai hantu juru rawat dalam film Bangsal 13 arahan Ody C Harahap. Ger13ang mengisahkan sepak terjang para pengedar narkoba di Tanah Air. Persaingan bisnis memperebutkan pelanggan dilakukan dengan cara apapun. Itulah yang dilakukan Anwar Sukhoi, penguasa jalur distribusi narkoba di Thailand, yang mencoba melebarkan sayapnya di kawasan Asia, termasuk Jakarta. Di bawah komando AKP Bunga, sebuah tim pemburu jaringan narkoba berhasil dibentuk. Mereka di antaranya Varra (Dona Agnesia), hacker yang juga model dan pernah terjerumus menjadi pecandu narkoba. Ada pula, Reno, pengedar, pemakai yang punya kemampuan sixth sense. Untuk mengetahui keberadaan sang bandar kelas wahid, hanya lewat Elang lah, tim ini bisa masuk jaringan. Sayang, Elang sulit dilacak. Ia tergolong licin. Ia dikenal pula sebagai hacker tangguh. Uang yang berlimpah dari hasil narkoba memang menggiurkan. Karena inilah ia terjerumus. Ironinya, banyak hal yang harus ditebus. Selain kehilangan teman, kematian selalu mengintainya setiap saat. Inilah kiranya pesan yang hendak disampaikan Nanda dalam filmnya, ’Jangan pernah ada kata coba-coba untuk masuk dalam bisnis semacam ini, apalagi menjadi seorang pecandu: Dua-duanya mengandung risiko: Mati!’ (Eh)